Kamis, 04 Desember 2008

Adakah Kata 'Sahabat Sejati' ?

Tak terbesit sedikit pun kepercayaan akan adanya sahabat sejati dalam hidupku. Sahabat sejati yang aku artikan sebagai seseorang layaknya saudara sebatin. Yang tidak hanya muncul di saat ia memerlukan sesuatu ataupun berusaha mendapatkan keuntungan semata dari dalam diri yang mencari ini. Banyak sahabat yang kukenal sedari dulu, tapi aku tak melihat adanya gejolak rasa persaudaraan yang mendarah daging layaknya seorang sahabat sejati yang selama ini ku cari. Dalam satu sisi mereka memiliki keunikan tersendiri yang membuat diriku benar-benar mengisi kekosongan hari-hari lalu. Sedikit banyak mereka adalah sahabat yang memberikan arti hidup. Dan jasa tak terbalas ini akan terus berasa dalam setiap degupan jantung. Tapi itu saja tak cukup untuk diriku, dari kacamata ini menginginkan adanya keperdulian lebih. Bukan hanya keperdulian yang menjadi keformalan dalampersahabatan. Dan aku belum menemukan itu. Hingga akhirnya aku berpegang pada kalimat
Tak ada 'sahabat sejati' di dunia ini..

Jalinan sahabat dahulu hanya saudara sepermainan. Bukan aku memilih dalam pertemanan ataupun aku tak memiliki teman. Tak ada rasa untuk mencari keuntungan layaknya parasit yang bertengger pada ranting kepopularitasan dan kekayaan. Tapi aku mencari potongan kecil yang seharusnya melengkapi gambar kehidupanku. Sampai aku terus berpikir apakah sebenarnya potongan itu telah melengkapi gambaran kehidupanku tapi aku terlalu tak peka keadaan, ataukah memang gambaran itu tak ada yang tepotong selama ini?

Percaya atau tidak terserah pada kata hatimu karena tidak semua pemikiran orang sama. Mencobalah mencari sesuatu yang menjunjung makna persahabatan. Bukan keuntungan!

.siluet.

Minggu, 16 November 2008

koma

Apakah yang kau lakukan saat membaca serangkai kata-kata dan menemukan tanda baca 'koma' ?
Yaa..kau harus terus membaca kata-kata berikutnya karena koma bukanlah akhir dari serangakian kata.

Sama dengan apa yang aku lihat pada tanggal 8 November 2008 di salah satu rumah sakit swasta daerah kebun jeruk. Sahabatku terbaring dengan alat medis yang bagiku itu penting sekali untuk kelangsungan hidupnya. Ntah apa yang akan terjadi tanpa bantuan kerja keras alat-alat medis serius tersebut. Ingin aku berteriak sekeras mungkin agar semua pekerja medis melepaskan deritanya dari selang-selang yang dipaksa masuk ke dalam tubuhnya melalui telinga dan mulutnya. Tergambarkan wajahnya yang pasrah. Kasihan, tapi itulah adanya. Alat itu sangat dibutuhkannya karena ia masih merasakan dunia, ia belum meninggalkan kami. Andai teriakanku bisa mengembalikan keceriannya yang biasa datang dari wajah polosnya. Seandainya.. Karena koma bukanlah tanda baca titik yang mengakhiri kalimat maka aku mengharapkan jawaban dari mulutnya. Meski memang dia bukanlah sahabatku yang selalu mendengarkan keluh kesahku, akan tetapi aku merindukan jawaban akan teriakanku yang kutujukan padanya. Aku ingin mendengar sapaannya, sapaan yang sama sewaktu masih di bangku sekolah yang masih terekam oleh tuanya bangunan sekolah kami. Aku yakin dari dalam hati kecilku, yang selalu berdegup kencang, putri kecilku itu mendengarkan apa yang aku teriakan di saat aku tak lelah memanggil dan terus memanggil namanya. Aku melihat ada sesuatu yang ingin ia sebutkan saat mendengar namanya terucap. Tapi apa daya, koma itu terlalu memaksanya untuk diam dan terpaku tanpa melakukan kecerian yang ada pada dirinya sehingga tak menjawab apapun. Hingga waktuku habis untuk menatapnya dari dekat di ruangan itu. Ingin menemani tapi diriku tak layak berada di sana dengan alasan medis yang kuat. Lagipula keluarganya lebih berharap dariku untuk selalu berada di dekatnya dan menemani hingga sang koma menjauhi dirinya. Siapa sangka itu adalah tatapan terakhir aku melihat dirinya. Diagnosa-diagnosa awal telah membebani tubuhnya dengan koma. Radang selaput otak membuatnya ingin berlari mencapai cita-citanya selama ini. Usahanya benar-benar berat penderitaan itu membuat otaknya tak berfungsi lagi. Dan keputusan pun harus diambil oleh kelurganya.

Sedih, marah, haru, lega bercampur menjadi satu dengan asa. Sedih akan derita yang dialaminya, haru dengan penyakit yang membuatnya tak menjawab sapaan kami, marah karena secepat itu menyerah untuk memperjuangkan keceriannya yang dulu. Secepat itukah untuk menyerah? Ingin berteriak dan terus berteriak sekencang-kencangnya, tetapi lega karena ini akhir derita yang mesti ia lalui. Mungkin Tuhan mempunyai jalan lain untuknya, keluarganya, teman-temannya dan semua orang yang mengenalnya.

Gejolak hati terus menerus mendoakannya. Diriku bukanlah seorang pendoa fanatik, tetapi aku terus mencoba berdoa dan memohon untuk mengembalikan keceriannya yang ada pada dirinya semula. Semua akhir kisah ini bukanlah terjadi karena doa kami tak didengarkan. Aku yakin Tuhan selalu ada rencana baik untuk ciptaan-Nya. Cobaan yang diberikan tidak akan melampaui kemampuan umat-Nya.

Kepergian Mega bukanlah kesedihan yang berlarut-larut. Itu hanya akan membuatnya tidak tenang. Ia akan tersenyum melihat sahabat-sahabatnya dari kejauhan apabila kita dapat merelakan kepergiannya.

Terima kasih Tuhan, telah mempertemukan kami di dunia ini. Pengalaman bersama kami akan selalu tersimpan sebagai memori yang indah. Terima kasih pula atas pelajaran hidup ini. Terima kasih untuk semuanya..

Rest in Peace
In Memoriam sahabatku, Mega..

.siluet.

Selasa, 21 Oktober 2008

Tak Semudah Membalikkan Telapak Tangan

Aku pernah melihat serangkaian kata yang layak direnungi. Tak menutup kemungkinan ini terjadi pada setiap sosok anak manusia.
Akan tiba saatnya di mana kita harus berhenti mencintai seseorang bukan karena kita putus asa mencintainya, melainkan karena kita menyadari bahwa orang yang kita cintai akan lebih bahagia apabila kita melepaskannya;

sebuah kalimat yang mudah dimengerti tapi tak semua orang yang membacanya dapat menerima. Dengan sadar atau tidak, hal itulah yang dipilih manusia untuk menjalani kehidupannya. Bukan karena keegoisannya dan bukan pula karena kekanak-kanakkannya. Cobalah berpikir dewasa dan tidak berpikir negatif. Di mana pun berbicara lebih mudah daripada melakukan. Memang ini tak semudah membalikkan telapak tangan. Tapi butuh pengorbanan yang luar biasa karena tak semudah itu melepaskan orang yang kita cintai.

Hari terus berganti, jam terus berjalan dan detik terus berdetak. Tak ada yang bisa menghentikan alur kehidupan ini. Luka lama dan kenangan indah masa lalu terbawa bersama dalam kotak ingatan. Andai saja dapat mengulang kejadian yang kita mau. Tapi pada kenyataannya pasti tak seindah keinginan kita. Walaupun bisa terjadi, belum tentu hal yang kita ingini akan berjalan semulus jalan tak berlubang. Ataupun kejadian indah akan sirna karena mengulangi waktu itu.

.siluet.

Senin, 20 Oktober 2008

Benar dan Salah

Akhirnya dapat bergerumul kembali setelah beberapa hari tidak memainkan jari diatas keyboard. Kesibukan memerintah pensil dan kertas gambar, yang sulit bekerjasama dengan niat, membuat diri enggan melakukan kegiatan rutinitas. Lelah dengan kemunafikan dan keadaan yang egoisme-nya tinggi.

Berdasarkan hasil voting dalam waktu seminggu belakangan, ego itu kadang-kadang menyesatkan, paling banyak dalam pilihan. Sedangkan pendapat bahwa ego itu tidak pernah menyesatkan sama minimnya dengan pendapat yang mengatakan ego itu selalu menyesatkan.
Sulit menarik kesimpulan dari sini. Karena pada dasarnya semua kembali lagi pada apa yang kita pikirkan untuk mengambil langkah apa yang akan kita lakukan selanjutnya. Semua tergantung dari pilihan kita. Dan memang pada dasarnya hidup untuk memilih. Kitapun berhak memilih apa yang menjadi pilihan kita. Tak ada yang mengatakan salah selama pilihan itu beriringan dengan tanggung jawab dan tidak memberatkan orang lain. Sebenarnya tak ada yang salah dan benar. Lakukan saja yang menurutmu tepat.

.siluet.

Selasa, 14 Oktober 2008

'Label Kehidupan'

Kata pertama yang terlintas begitu saja saat aku mulai memainkan jari di atas keyboard yang tak pernah lelah merangkaikan kata untukku setiap harinya.
Kelemahan dan kekuatan serta kekurangan dan kelebihan terbentuk dari tangan seorang anak manusia itu sendiri. Sudah menjadi hal yang sangat manusiawi apabila manusia melakukan sesuatu yang buruk, maka mata-mata lain akan melihat kekurangan itu hingga terkubur dalam hati. Tak heran jika muka tertekuk saat melihat manusia itu, karena orang-orang mendongeng seakan dalam diri mereka sendiri putih tak bernodakan tinta hitam. Hanya bisa menertawakan kebodohan orang. Tindak tanduk dirinya sendiri dibungkus dengan rapi dalam bungkusan indah berhiaskan pita hingga tak terlihat usang di dalam.
Tapi apa yang bisa kau lakukan apabila ia melakukan hal yang semestinya? Hanya pujian? Ataukah ucapan terima kasih? Kata itupun terkadang tak keluar dari mulut manis para manusia pendongeng.
Itulah label kehidupan yang telah tergantung dengan sendirinya di tiap-tiap tubuh.
Memang semua hal dalam kehidupan tak selalu sesuai dengan yang kita inginkan. Tak terpungkiri bahwa individu terlahir lemah dan harus berjuang dengan keras di medan kehidupan. Apapun itu pasti ada halangan yang akhirnya bisa membuat diri lebih berani dan dapat bertahan hingga saat ini. Itu semua membutuhkan proses, bak perjalanan di padang tandus yang panas terik menyengat hingga ke beberapa lapisan kulit. Dan dibayangi fatamorgana kebahagiaan dunia.
Semu, terkadang mustahil.

siluet,
yang berusaha tidak menjadi manusia pendongeng.

Senin, 13 Oktober 2008

Topeng Sukacita

Dengan itulah aku menjalani hari ini. Dan aku berhasil menutupi segalanya dengan tawa dan canda. Tak terlihat satupun guratan kesedihan di wajahku. Gelak tawa pun didukung oleh persahabatan yang telah terjalin satu setengah tahun belakangan ini. Semua semakin yakin hidup ini terbungkus dengan baik seolah tak ada pikiran yang serius ataupun siluet yang mengerikan.
Sesungguhnya hati selalu dipayungi oleh mendungnya kehidupan hingga detik ini. Tiap tetes masalah cukup membebani otak yang terlalu kecil untuk menampung semuanya. Sulit menjalani dengan apa adanya hingga terpaksa berjalan menggunakan topeng. Tak mungkin berlalu dengan tampang polos tanpa ekspresi atau berlalu dengan ekspresi apa adanya. Pasti terlihat terlalu mendramatisir keadaan agar orang-orang melihat dan mengasihanimu.
Apakah akan selalu seperti itu?

Tak semua orang menangis untuk meminta perhatian. Karena perhatian tak dapat diperoleh dengan tetesan air mata. Seorang perempuan sepertiku menggunakan air mata sebagai suatu ungkapan, bukan belas kasihan. Terkadang terlihat seperti anak kecil yang cengeng, tapi tak mengapa karena aku merasa nyaman dengan caraku sendiri dan itulah luapan emosi.


.siluet.

Sabtu, 11 Oktober 2008

memulai dunia maya baru

Tak tahu memulai kata dari mana. Terlalu banyak yang terpikir tapi tak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Sulit untuk diucapkan, sesulit memikirkan jalan keluar untuk masalah itu.
Dunia ini sebenarnya indah, tapi ntah mengapa aku tak dapat melihat keindahan itu secara keseluruhan. Mungkin aku yang terlalu menginginkan keindahan penuh hingga terasa tak sesempurna yang aku inginkan. Padahal keindahan itu telah aku rasakan sejak dulu.
Ego dalam diriku terlalu berlebihan dan selalu ingin mendapatkan yang aku inginkan. Hati dan pikiran bersatu dalam tubuh mungil ini. Mengharapkan yang terbaik, yang sebenarnya belum tentu baik untuk orang lain dan sekitarnya.
Apakah ego ini menyesatkan?

Sulit bagiku untuk mendengarkan mana yang Tuhan bisikan untukku. Karena aku yakin nantinya Tuhan akan memberikan jalan terbaik untukku tapi aku tidak terlalu peka. Anak manusia harus tetap berusaha walaupun sudah ada gambaran jalan hidupnya. Usaha itulah yang disebut kehidupan dunia.
Bisikan Tuhan, suara hati, dan ego bergerumul dalam satu wajan pikiran yang kecil. Wajan kecil yang terus meminta wajan baru yang lebih besar agar tak melimpah ruah. Layaknya pemikiran seorang anak manusia yang sempit dan mengambil keputusan dengan gegabah. Tanpa pemikiran yang panjang dan tanpa melihat sekitar. Wajan besar mengibaratkan lingkungan yang meminta untuk berpikir lebih panjang dan tak selalu mementingkan diri sendiri.
Dunia hanyalah serangakaian kehidupan yang mesti kita jalani dalam waktu yang singkat. Aku sering menyadari waktu berjalan sangat cepat. Bertahun-tahun aku menjalani hidup yang tak tahu telah menghadapai berapa banyak rintangan. Mencoba melihat kembali cara-cara menghadapi semua rintangan dan ketegaran hati masa lampau tapi tetap tak dapat menembus pikiranku bagaimana caranya. Seolah semua terjadi begitu saja dan kini semuanya hanya menjadi siluet tersendiri bagi hidup. Dan aku bisa menghadapinya.

with luv,
siluet